Prolog
Dengan langkah terburu-buru
seoarng gadis muda mulai antri untuk melakukan chek-in penerbangan Surabaya – Jakarta.
Hampir saja dirinya terlambat, para ground-staff pun mulai memanggil dan
mengingatkan para penumpangnya untuk segera naik ke dalam pesawat yang sudah
bersiap di landas pacunya. Gadis itu pun langsung berlari menyusuri tangga
belalai untuk segera masuk badan pesawat.
Dengan sedikit ngos-ngosan, disodorkan
boarding passnya ke pramugari yang menyambutnya dengan senyuman ramah di pintu
pesawat. Setelah dipersilahkan ia pun segera menyusuri kabin pesaat mencari nomor
kursinya. Dilihatnya gadis kecil yang sedang memangku bonela puppy duduk di
dekat jendela peswat. Gadis muda itu pun mulai memasukkan tas dan koper
kecilnya ke dalam cabin pesawat, sementara gadis kecil itu terus memandangnya
dengan penuh harap, “Maaf tante cantik, kita tukar tempat duduk ya?”
“Boleh aja nona cantik” balasnya
sambil tersenyum.
“Terimakasih tante cantik, boleh
ngga Aleta tau nama tante?”
“Boleh, panggil aja tante Linda,
jadi nama kamu Aleta ya…. cantik sekali, yuk kita kenalan!”
Tak berapa kemudian crew pesawat
meminta para penumpang menggunakan sabuk pengaman, karena pesawat akan bersiap
untuk take-off. Gadis kecil bernama
Aleta yang awalnya tampil ceria, mulai
terlihat pucat dan berkeringat dingin. Linda pun mulai mengajak ngobrol Aleta, “Hai
Aleta cantik, kamu naik pesawat sama siapa?”
“Itu sama mama dan adek aku, kami
mo ke Jakarta nengok oma yang lagi sakit.”
“Lho kenapa papanya Aleta ngga
ikut?”
“Papa dah di Jakarta duluan,
nanti mo jemput aku, mama dan adek di bandara”
“Ow gitu ya.”
“Ini pertama kalinya Aleta dan
adek naik pesawat, biasanya kami naik kereta api, tapi papa bilang kali ini
Aleta, mama dan adek mesti naik pesawat, biar cepat sampainya.”
“Wah, ternyata Aleta itu dah
cantik juga hebat ya.”
Dua orang pria gagah tampak
berjalan cepat meninggalakan ruang meeting, tanpa mengindahkan orang lain di
sekitarnya. Begitu masuk ruangan pribadinya, salah satu pria tersbut langsung duduk dan
tampak serius memeriksa beberapa dokumen dihadapannya. Dilemparkan dokumen
tersebut kepada asistennya, “Yud, kamu periksa, aku ngerasa banyak kejanggalan!”
“Ok, saya periksa sekarang! Ada
yang lain?”
“Dah, buruan aku tunggu 1 jam
lagi!”
“Iya, tapi sebelum keluar, aku mo
nanya sebagai sahabat dan saudara lo!”
“Apa?”
“Gua perhatiin makin hari muka lo
makin kusut, ada apa sebenarnya?”
“Entahlah, gua ngga ngerti apa yang sebenarnya
terjadi dengan Dewi.”
“emangnya kenapa bini lo? Bukannya
Dewi selama ini baik-baik saja!”
“Selama 5 tahun gua jalan sama
Dewi, ngga pernah dia minta apapun dari gua…. Beberapa hari yang lalu tiba-tiba
dia minta izin untuk ngundang sahabat semasa kuliahnya untuk datang dan nginap
di rumah.”
“Mungkin mereka kangen, kan udah
lama mereka ngga ketemu, jadi ngga ada yang salah kan!”
“Eh, mendingan lo keluar,
selesain tugas lo, gua tunggu 1 jam lagi!”
“Iya, gua keluar sekarang, payah
lo!”
Setelah dirasa Aleta tenang dan
nyaman. Linda pun mengeluarkan perlengkapan make-up ringannya. Ia tadi memang
terburu-buru hingga ngga sempet merias diri. Dimulai dengan menggunakan B Erl Fine & Fairness Cream agar warna kulitnya menjadi
rata. Lalu mengoleskan B Erl Beauty Lip Matte cream untuk mempercantik
bibirya. Setelah dirasa cukup ia pun
memasukkan kembali peralatan make-upnya.
Sementara Aleta yang
dari tadi memandangnya berias diri, langsung reflek, “Tante Linda cantik
sekali, nanti kalo Aleta besar pengen cantik kayak tante.”
“Pasti, Aleta bakan
lebih cantik dari Tante.”
“Tante kita foto dulu
dong, biar nati Aleta tunjukan ke temen-teman, kalo Aleta juga punya tante yang
cantik.”
“Boleh, sini
handphone Aleta, tante fotoin, kita selfi ya.”
Di lokasi penjemputan penumpang,
berdiri pria paruh baya yang tengah
mengawasi para penumpang yang hendak keluar. Tangannya terus mengangkat papan
bertuliskan Linda Prameswari Surabaya, sembari terusberulang-ulang meneriakan “Nona Linda!... Nona Linda!
Selang tak berapa lama, Linda pun
langsung menghampirinya, “Maaf, dengan pak Gandi ya?”
“Selamat Siang, Benar saya
Sugandi yang ditugaskan nyonya Dewi untuk menjemput nona Linda.”
“Oh terimakasih pak gandi, maaf
merepotkan.”
“Mari non, saya bawakan tas dan
kopernya, kita berangkat sekarang!”
“Iya pak, maaf merepotkan.”
Mobil jemputan yang di kendarai
pak Gandi pun mulai berjalan membelah kota Jakarta yang serba macet. Banyangan
gedung pencakar langit kota Jakarta tak lepas dari pengamatan Linda. Hal itulah
yang menjadi salah ssatu alasan Linda menolak untuk bekerja dan tinggal di
Jakarta. Guna mengatasi kejenuhan di tengah-tengah padatnya arus alu lintas,
hinga Linda mulai bertanya membuka percakaan dengan bertanya, “Maaf pak Gandi,
boleh saya bertanya?”
“Silahkan non, saya akan jawab
pertanyaan Nona Linda sebatas yang saya tahu!”
“Suaminya Dewi itu kerjanya
dimana?”
“Oh tuan Rudi itu pemillik grup
Nusantara, sekaligus jadi CEOnya, kalo
nyonya Dewi ngga kerja non, kebanyakan hanya baca buku.”
“Terkadang nyonya Dewi juga
keluar ngurusin butik peninggalan mendiang nyonya besar, tapi dah 3 bulan ini,
nyonya Dewi ngga mau keluar rumah lagi. Bahkan akhir-akhir ini sering duduk
ngelamun.”
“Lho, ada apa dengan Dewi pak?”
“Saya kurang tahu non, ngga
berani”
“Ok pak Gandi, semoga kedatangan
saya nantinya bisa menyemangati Dewi!”
“semoga non!”
“Masih jauh ngga pak rumahnya”
“kira-kira kalo lancar 15 menit
lagi kita nyampe non.”
“Ok pak Gandi”
Di rumah mewah pinggiran yang
terletak di pinggiran kota Jakarta, mobil yang ditumpangi Linda mulai memasuki
halaman dan berhenti tepat di depan pintu masuk rumah. Dengan sigap security
rumah mewah tersebut langsung membukakan pintu mobil. Sementara pak Gandi
langsung menurunkan koper dan tas Linda untuk diserahkan kepada pelayan yang
menyambut. Dewi pun langsung keluar menyambut kedatangan sahabat semasa
kuliahnya dulu, dengan peluk cium penuh haru.
“Hai, Linda terimakasih mo datang
ke rumah aku”
“Sama-sama, dah lama ya kita ngga
ketemuan.”
“Mungkin ada kali 7 tahun ya.”
“Ok, yuk kita masuk dulu!” ajak
Dewi sambil menggandeng Linda memasuki rumahnya.
“Bi, antar tas dan kopernya ke
kamar tamu ya!”
“Baik, nyonya!”
Dewi dan Linda pun langsung
melanjutkan acara ngobrolnya di ruang keluarga.
Tak berselang lama mobil Dimas memasuki
halaman rumah, yang langsung di sambut pak Gandi untuk memarkirkannya.
Sementara Dimas pun berjalan masuk ke dalam rumah, Dewi yang mengetahui
kedatangan Dimas, segera berdiri menyambutnya dengan mencium tangan Dimas dan
mengambil tas yang dibawanya. Sementara Dimas terus melangkah memasuki ruang
kerjanya, Dewi yang berjalan di belakangnya di ikuti pak Gandi dan seorang
pelayan lainnya. Setelah Dewi meletakkan
tasnya Dimas,
“Mas Linda temen aku dah datang.”
“Ok, nanti aku keluar menemuinya.”
Selanjutnya Dewi pun keluar
meninggalkan ruangan kerja Dimas.
“Gimana pak Gandi, ada yang perlu
saya ketahui?”
“Maaf tuan, hari ini tidak ada
yang mencolok, semua tugas sudah saya kerjakan.”
“Lalu bagaimana dengan bu Narsih,
apa yang terjadi di rumah?”
“Seperti biasa tuan, nyonya Dewi
hanya duduk melamun, akhir-akhir ini nyonya Dewi justru seringkali menangis di
kamar mandi. Beberapa kali pelayan lain juga memergokinya tanpa sengaja.”
“Menurut bu Narsih sejak kapan
istri ku mulai seperti itu.”
Dapat dilihat di aplikasi
https://kbm.id/book/detail/2f4c4fab-5fd3-4f3b-9598-98c4da3633e4